Total Tayangan Halaman

Selasa, 25 Oktober 2016

Aplikasi Pestisida Pada Tanaman Padi

BAB 1. PENDADULUAN

1.1 Latar Belakang
Padi merupakan salah satu tanaman komoditas pangan yang harus tersedia. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi di Indonesia, salah satunya yaitu intensivikasi pertanian. Penggunaan bahan input yang berkualitas diharapkan akan meningkatkan hasil panen. Intensivikasi pertanian sudah diterapkan di Indonesia namun hasil produksi masih belum mampu mencukupi kebutuhan beras secara nasional. Hal tersebut karena tingginya populasi OPT serta penanganan yang kurang tepat.
Penanaman padi dapat dilakukan sepanjang tahun pada daerah tropis karena perbedaan temperatur yang tidak terlalu ekstrim. Perbedaan temperatur yang tidak terlalu ekstrim dan lembab tersebut merupakan kondisi yang sangat disukai atau sesuai dengan habitat hama, sehingga hama pada daerah tropis lebih banyak dibandingkan dengan negara yang mempunyai 4 musim. Akibat yang ditimbulkan lebih kompleks, sehingga resiko kegagalan panen pada daerah tropis lebih tinggi daripada negara yang mempunyai 4 musim. Serangan hama dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil, sehingga dapat menurunkan produktifitas dan akan mengakibatkan kerugian pada petani.
Penggunaan pestisida merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko gagal panen, dengan syarat populasi hama telah mencapai ambang ekonominya. Pengaplikasian pestisida harus dilakukan secara tepat agar tidak menimbulkan masalah yang baru seperti keracunan, pencemaran lingkungan, resistensi OPT dan lainnya. Penggunana pestisida harus sesuai dengan jenis OPT yang akan dikendalikan. Penggunaan insektisida pada pertanaman padi cukup membantu untuk mengendalikan hama sehingga resiko kegagalan panen dapat dikurangi.
Insektisida adalah salah satu jenis dari pestisida. Insektisida merupakan zat kimia atau bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan, menekan atau membunuh jasad hidup berupa serangga yang merugikan manusia, tumbuhan dan ternak yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Penggunaan insektisida bertujuan agar petani tidak mengalami kerugian bahkan kegagalan, sehingga dapat ditekan seminimal mungkin adanya gangguan tersebut. Insektisida banyak digunakan untuk membasmi populasi serangga yang ada di lahan persawahan petani. Insektisida mengandung bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga.
Insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya pada hama. Penggunaan insektisida kimia yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan, selain itu penggunaan insektisida kimia juga dapat meningkatkan jumlah residu yang ada di dalam tanah. Serangan yang ditimbulkan oleh hama bukan hanya dapat diberantas dengan menggunakan insektisida namun juga dapat dikendalikan dengan menggunakan musu alami dari hama tersebut. Praktikum kali ini akan mempelajari tentang teknik aplikasi insektisida yang dilakukan di lahan pertanaman padi sawah.

1.2 Tujuan
1.      Mengetahui cara mencampur insektisida, cairan semprot, volume semprot, konsentrasi formulasi dan dosis penyemprotan.
2.      Mengetahui secara langsung aplikasi insektisida di areal pertanian.
3.      Mengetahui pengaruh insektisida terhadap hama sasaran.


  

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pestisida merupakan zat, senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh), organisme renik, virus dan zat lain-lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman. Petani menggunakan pestisida untuk membasmi hama dan gulma dengan harapan hasil produk pertanian meningkat. Disamping dapat meningkatkan hasil produk pertanian, pestisida mempunyai dapat negatif seperti berkurangnya keanekaragaman hayati, pestisida berspektrum luas dapat membunuh hama sasaran, parasitoid, predator, hiperparasi serta makhluk bukan sasaran seperti lebah, serangga penyerbuk, cacing dan serangga bangkai (Yuantari dkk., 2013).
Menurut Zhang et.al. (2011), pestisida merupakan zat atau campuran zat kimia yang ditujukan untuk mencegah, menghancurkan, memukul mundur, atau mengurangi hama (serangga, tungau, nematoda, gulma, tikus, dll). Pestisida memiliki beberapa jenis sesuai dengan sasaran diantaranya adalah insektisida, herbisida, fungisida, dan pestisida lainnya. Definisi pestisida bervariasi namun, esensi dari pestisida pada dasarnya konstan yaitu adalah (campuran) zat yang beracun dan efisien untuk organisme target dan aman untuk organisme non-target dan lingkungan
Insektisida merupakan salah satu jenis dari pestisida. Bahan-bahan yang kimia yang terkandung didalamnya dapat mengendalikan populasi pengganggu tanaman. Mekanisme yang bekerja pada insektisida bermacam-macam, salah satunya yaitu pada insektisida sintetik piretroid yang bekerja pada sistem saraf serangga dengan menghambat akson yang terdapat pada kanal ion sehingga terjadi aksi potensial yang terus menerus. Sintetik piretroid dalam mekanismenya bekerja dengan cara mengikat protein voltage-gated sodium chanel (VGSC) yang mengatur denyut implus saraf, sehingga implus saraf akan mengalami hipereksitasi (kegelisahan) dan kekejangan (Ghiffari dkk., 2013).
Insektisida yang banyak digunakan petani adalah insektisida sintetis. Insektisida sintetis dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu organofosfat, organoklor dan karbamat. Jenis insektisida tersebut memiliki pengaruh yang berbeda pada manusia dan lingkungan. Salah satu yang menyebabkan dampak yang buruh terhadap lingkungan dan lingkungan adalah dari golongan organoklor dengan nama DDT (Dikloro Difenil Tricloroetana). Insektisida ini tergolong bioakumulatif sehingga penggunaannya dilarang (Dwipayanti dkk., 2012).
Penggunaan teknologi yang tersedia harus efektif digunakan untuk memaksimalkan produksi pangan untuk meningkatkan kebutuhan manusia. Tindakan perlindungan tanaman atau metode yang digunakan harus signifikan. Ketahanan pangan dapat dicapai salah satunya dengan pengurangan kerugian dari hama tanaman. Insektisida yang pernah diterapkan oleh peneliti adalah klorpirifos yaitu sebuah organofosfat yang mekanisme kerjanya secara kontak, lambung dan fumigan. Klorpirifos mudah terdegradasi dalam tanah antara 60-120 hari aktivitas residual. Efek yang terjadi dengan menggunakan metode aplikasi insektisida yaitu untuk mengendalikan kerusakan yang disebabkan oleh kumbang yang merusak umbi (Tobih, 2014).
Penggunaan insektisida sintesis secara berkelanjutan dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan dan gangguan kesehatan. Cara untuk menanggulangi dan mengurangi dampak tersebut yaitu salah satunya dengan penggunaan insektisida botanikal yang merupakan insektisida dari tumbuhan. Tumbuhan yang memiliki senyawa kimia atau metabolit sekunder yang dapat mempertahankan dirinya terhadap gangguan serangga dan organisme yang berpotensi menyebabkan penyakit. Metabolit sekunder dapat berupa kristal, pati dan lain-lain. Metabolit sekunder biasa disimpan dalam yumbuhan sebagai cadangan makanan, maupun sebagai penangkal serangga (Hasanah dkk., 2012).
Jenis insektisida memiliki keefektifan masing-masing dalam mengendalikan hama. Hal tersebut tergantung pada bahan aktif yang digunakan dan ketepatan dalam aplikasi. Ketepatan aplikasi meliputi tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, tepa tempat dan tepat cara. Pengaplikasian yang tidak memperhatikan lima tepat tersebut akan menimbulkan resistensi hama sehingga insektisida tidak mampu mengendalikan hama tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insektisida yang memiliki ketahanan silang yang tinggi adalah dari golongan organoklorin seperti aldrin, dieldrin dan lindane (Wiyardipura, 2012).
Penggunaan insektisida majemuk biasanya menggunakan takaran yang lebih rendah dibandingkan dengan takaran dari masing-masing komponennya secara terpisah. Campuran bahan aktif insektisida majemuk dapat memiliki sifat kerta meracun yang sinergisme. Dengan pertimbanganpertimbangan tersebut di atas maka insektisida majemuk dapat digunakan dalam mengendalikan serangga hama di perkebunan kelapa sawit (Syahputra, 2011).
Evolusi insektisida akan terus berkembang dan akan terus muncul di pasar. Populasi penduduk di dunia akan terus tumbuh selama 50 tahun ke depan dan bisa mencapai 9 miliar orang. Hal ini akan menyebabkan permintaan global meningkat untuk makanan. Kebutuhan pangan yang semakin meningkan dengan populasi yang tinggi mendorong penggunaan pestisida secara intensif, termasuk insektisida. Diasumsikan bahwa pada tahun 2050, penggunaan pestisida akan 2,7 kali lebih tinggi dari tahun 2000, yang akan menempatkan orang-orang dan lingkungan berada dalam bahaya yang jauh lebih besar. Produsen insektisida akan memilih solusi yang paling optimal untuk mengendalikan hama serangga. Insektisida harus aman, terjangkau, dan efektif pada waktu yang sama (Oberemok et.al., 2015).
Insektisida menurut cara kerja atau gerakannya pada tanaman setelah pengaplikasian dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu insektisida sistemik, nonsistemik dan sistemik lokal.Insektisida sistemik dapat diserap oleh tanaman melalui organ-organ tanaman seperti akar, batang maupun daun, kemusian akan disalurkan ke seluruh bagian tanaman. Insektisida nonsistemik merupakan insektisida yang tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel pada bagian luar tanaman. Sedangkan insektisida sistemik lokal ialah kelompok insektisida yang dapat diserap oleh jaringan tanaman akan tetapi tidak ditransportasikan kebagian tanaman lainnya (Djojosumarto, 2000).
Djojosumarto (2008) menjelaskan bahwa pengetahuan mengenai pengelompokan pestisida berdasarkan sasarannya sangat penting untuk ketepatan pemilihan jenis pestisida. Insektisida merupakan pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama tanaman. Kelompok insektisida dapat dibedakan menjadi dua yaitu ovisida yang digunakan untuk mengendalikan telur serangga dan larvisida yang digunakan untuk mengendalikan larva serangga.
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan praktikum Acara 3 dengan judul “Aplikasi Insektisida Pada Tanaman Padi”  dilaksanakan pada hari Minggu, 02 Oktober 2016 pukul 06.00-08.00 di Desa Kreongan, Patrang, Jember.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.      Tanaman Padi fase vegetatif
2.      Insektisida

3.2.2 Alat
1.      Tali rafia
2.      Gelas ukur
3.      Kamera
4.      Pipet
5.      Alat penyemprot gendong
6.      Timba
7.      Penutup hidung dan mulut
8.      Kaos tangan
9.      Alat tulis

3.3 Cara Kerja
1.             Membuka tutup kemasan dengan hati-hati agar insektisida tidak berhamburan atau mengenai bagian tubuh
2.             Menuangkan insektisida dalam gelas ukur, timbangan atau alat pengukur lain dalam ember (sesuai dengan perlakuan)
3.             Mencampur formulasi dengan air. Pengenceran di sesuaikan dengan konsentrasi atau dosis yang di sarankan
4.             Memperhatikan petunjuk dalam label apabila akan di campur dengan bahan lain.
5.             Memilih tempat persiapan insektisida yang sirkulasi udaranya lancar
6.             Mengusahakan pencampuran insektisida jangan di dalam tangki penyemprot.
7.             Menggunakan masker dan sarung tangan karet, dan di larang makan, minum, merokok selama pencampuran insektisida.
8.             Waktu paling baik untuk penyemprotan insektisida pada waktu aliran udara naik yaitu antara pukul 08.00 – 11.00
9.             Menentukan areal yang di semprot sebelum sebelum pelaksanaan penyemprotan.
10.         Mencatat jumlah populasi hama yang terdapat pada beberapa tempat pada areal tersebut.
11.         Membersihkan alat penyemprot setelah selesai di gunakan, dan iar bekas cucian di buang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai.
12.         Penyemprot segera mandi dan pakaian yang di gunakan di cuci.



  
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
No
Gambar
Perlakuan
Σpopulasi hama
Keterangan
H0
H+1
H+3
1
Walang Sangit
Kontrol
3
2
1
Luas lahan: 123,5 m2
Lokasi: Kreongan
Jenis pestisida: Insektisida
Formulasi: SC
Konsentrasi: 1-2 ml/l


Konsentrasi Tinggi (2ml)
K1 =9
K2 =23
K3 =18
K4 =27
K5 =27
K1 =5
K2 =4
K3 =6
K4 =5
K5 =15
K1 =10
K2 =4
K3 =6
K4 = 4
K5 =7
Konsentrasi Rendah (1ml)
K6 =21
K7 =27
K8 =46
K9 =27
K10 =15
K6 =
K7 =
K8 =
K9 =
K10 =
K6 =5
K7 =2
K8 =3
K9 =1
K10 =5
2
Wereng
Kontrol
3
2
1
Luas lahan: 123,5 m2
Lokasi: Kreongan
Jenis pestisida: Insektisida
Formulasi: SC
Konsentrasi: 1-2 ml/l

Konsentrasi Tinggi (2ml)
K1 =2
K2 =5
K3 =-
K4 =0
K5 =20
K1 =3
K2 =3
K3 =1
K4 =4
K5=16
K1 =1
K2 = -
K3 = -
K4 =2
K5 =9
Konsentrasi Rendah (1ml)
K6 = -
K7 =1
K8 = -
K9 = -
K10= -
K6 = -
K7 =1
K8 = -
K9 = -
K1 = -
K6 =2
K7 = -
K8 =0
K9 =0
K10 =0
3
Kepik
Kontrol
3
2
1
Luas lahan: 123,5 m2
Lokasi: Kreongan
Jenis pestisida: Insektisida
Formulasi: SC
Konsentrasi: 1-2 ml/l

Konsentrasi Tinggi (2ml)
K1 =0
K2 =0
K3 =8
K4 =0
K5 =0
K1 =0
K2 =0
K3 =3
K4 =1
K5 =0
K1 =1
K2 =0
K3 =1
K4 =0
K5 =0
Konsentrasi Rendah (1ml)
K6 =1
K7 =6
K8 =2
K9 =4
K10 =6
K6 =0
K7 = -
K8 =1
K9 =0
K10 =2
K6 =1
K7 = -
K8 =1
K9 =1
K10 =2
4
Belalang Hijau

Kontrol
3
2
1
Luas lahan: 123,5 m2
Lokasi: Kreongan
Jenis pestisida: Insektisida
Formulasi: SC
Konsentrasi: 1-2 ml/l

Konsentrasi Tinggi (2ml)
K1 =9
K2 =29
K3 =26
K4 =26
K5 =20
K1 =3
K2 =4
K3 =0
K4 =10
K5 =11
K1 =4
K2 =3
K3 =0
K4 =22
K5 =7
Konsentrasi Rendah (1ml)
K6 =21
K7 =22
K8 =9
K9 =13
K10 =11
K6 =2
K7 = -
K8 =2
K9 =8
K10 =11
K6 =2
K7 =6
K8 =1
K9 =1
K10 =0
5
Kumbang
Kontrol
3
2
1
Luas lahan: 123,5 m2
Lokasi: Kreongan
Jenis pestisida: Insektisida
Formulasi: SC
Konsentrasi: 1-2 ml/l

Konsentrasi Tinggi (2ml)
K1 =7
K2 =0
K3 =2
K4 =11
K5 =0
K1 =0
K2 =0
K3 =0
K4 =0
K5 =0
K1 =0
K2 =0
K3 =0
K4 =0
K5 =0
Konsentrasi Rendah (1ml)
K6 =4
K7 = -
K8 = 0
K9 =0
K10 =2
K6 = -
K7 = -
K8 = -
K9 = -
K10= -
K6 =1
K7 = -
K8 =  -
K9 = -
K10= -
6
Ngengat
Kontrol
3
2
1
Luas lahan: 123,5 m2
Lokasi: Kreongan
Jenis pestisida: Insektisida
Formulasi: SC
Konsentrasi: 1-2 ml/l

Konsentrasi Tinggi (2ml)
K1 = -
K2 =6
K3 = -
K4 = 0
K5 =23
K1 =4
K2 =3
K3 =2
K4 =5
K5 =10
K1 =6
K2 =1
K3 =1
K4 =0
K5 =7
Konsentrasi Rendah (1ml)
K6 =  -
K7 = -
K8 = -
K9 =1
K10= -
K6 =1
K7 = -
K8 = -
K9 = -
K10 =2
K6 = -
K7 = -
K8 = -
K9 = -
K10= -
7
Belalang Sembah
Kontrol
3
2
1
Luas lahan: 123,5 m2
Lokasi: Kreongan
Jenis pestisida: Insektisida
Formulasi: SC
Konsentrasi: 1-2 ml/l

Konsentrasi Tinggi (2ml)
K1 =1
K2 = -
K3 =2
K4 = -
K5 =3
K1 =1
K2 = -
K3 =1
K4 = -
K5 =1
K1 =1
K2 = -
K3 = -
K4 = -
K5 = -
Konsentrasi Rendah (1ml)
K6 = -
K7 = -
K8 = -
K9 = -
K10= -
K6 = -
K7 = -
K8 = -
K9 = -
K10= -
K6 = -
K7 = -
K8 = -
K9 = -
K10= -
                                             

4.2 Pembahasan
Insektisida merupakan pestisida yang digunakan untuk mengendalikan atau menekan populasi hama pada tanaman. Berdasarkan cara kerjanya insektisida dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sistemik, non sisemik dan sistemik lokal. Insektisida sisemik adalah insektisida yang diserap oleh bagian-bagian tanaman melalui stomata pada daun, meristem akar, batang, dan celah-celah bagian tanaman. Insektisida tersebut akan masuk ke jaringan tanaman kemudian insektisida tersebut akan mengikuti cairan tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian tanamanlainnya, sehingga serangga akan mati jika memakan salah satu bagian tanaman. Hal ini dikarenakan semua bagian tanaman tersebut telah mengandung racun untuk membunuh serangga. Racun tersebut akan ikut termakan, dan masuk ke pencernaan serangga sehingga diserap usus halus dan akhirnya serangga keracunan dan mati (Djojosumarto, 2008).
Insektisida non sistemik adalah insektisida yang tidak diserap oleh tanaman akan tetapi hanya menempel pada bagian yang dilakukan penyemprotan. Insektisida sistemik lokal adalah insektisida yang hanya mampu diserap oleh jaringan daun, namun tidak di translokasikan ke seluruh tubuh tanaman. Sedangkan berdasarkan cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga dapat melalui tiga cara yaitu racun lambung, racun kontak, dan racun pernafasan (Djojosumarto, 2000).
Cara masuk insektisida dengan cara racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga hama melalui kulit (bersinggungan lngsung). Biasanya insektisida yang bersifat racun kontak ini merupakan aplikasi dari insektisida nonsistemik karena insektisida tidak masuk ke dalam jaringan tanaman. Insektisida sistemik memiliki perbedaan dengan racun kontak yaitu insektisida sistemik lebih efektif dari pada racun kontak karena residu racun sistemik lebih lama dari pada racun kontak. Racun kontak akan mudah menghilang pada suhu yang tinggi. Ketika pengaplikasian racun kontak dengan disemprotkan maka hama imago yang memiliki sayap akan terbang dan bersembunyi, setelah residu insektisida hilang akibat pengupan atau tercuci oleh air hujan maka hama akan kembali lagi (Djojosumarto, 2000).
Insektisida sistemik memiliki residu lebih lama dari pada racun kontak. Racun sistemik ini baik digunakan pada hama fase larva maupun fase imago sedangkan racun kontak lebih baik digunakan ketika hama dalam fase larva yang belom memiliki sayap. Faktor eksternal sangat berpengaruh pada saat penggunaan racun kontak seperti faktor suhu, ketika suhu tinggi maka racun kontak akan cepat hilang karena mengalami penguapan. Begitu pula apabila turun hujan maka racun sistemik akan mengalami pencucian.
Berdasarkan hasil dari pengamatan tanaman padi di daerah Kereongan, Patrang, Jember bahwa terdapat perbedaan jumlah antara populasi hama pada tanaman padi. Hal tersebut dikarenakan pada perlakuan kontrol tidak diberi aplikasi insektisida, sehingga perkembangan hama terus meningkat. Hama yang ditemukan pada lahan diantaranya adalah walang sangit, wereng, kepik, belalang hijau, kumbang, ngengat, dan lainnya dengan jumlah yang berbeda-beda. Insektisida yang diaplikasikan di lahan menggunakan dua konsentrasi yaitu konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah.
Insektisida diaplikasikan dengan cara dilarutkan kedalam air dan kemudian disemprotkan. Insektisida yang dipakai adalah Regent 50 SC dengan konsentrasi 1-2 ml/l. Jumlah hama yang ditemukan pada tanaman padi setelah pemberian insektisida mengalami pengurangan jumlah. Insektisida yang diberikan pada bersifat sistemik sehingga pada hari kedua dan hari ke tiga setelah pemberian insektisida tetap terjadi penurunan jumlah hama. Sedangkan pada perlakuan kontrol jumlah hama juga mengalami penurunan karena ada kemungkinan hama berpindah tempat ke lahan yang diaplikasikan insektisida sistemik.
Insektisida yang diberikan pada tanaman padi pada lahan menggunakan dua konsentrasi yaitu konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah. Pengaplikasian insektisida yang melebihi doses dan dilakukan secara terus-menerua dapat menimbulkan resistensi dan resurgansi pada lahan sawah terhadap jumlah hama yang ada serta dapat mengakibatkan peningkatan jumlah hama yang terdapat di lahan sawah (Solihin, 2014).
Pengaplikasian insektisida pada lahan sawah harus memperhatikan dosis dan konsentrasi yang digunakan di lahan. Dosis merupakan jumlah pestisida yang diaplikasikan untuk mengendalikan OPT pada satuan luas bidang sasaran. Rekomendasi dosis biasanya terdapat pada kemasan pestisida sehingga akan mempermudah petani dalam menentukan takaran. Konsentrasi aplikasi digunakan dalam pengaplikasian dengan cara penyemprotan. Konsentrasi penyemprotan merupakan jumlah pestisida yang dicampurkan dalam satu liter air atau bahan pengencer lainnya untuk mengendalikan OPT tertentu (Djojosumarto, 2000).
Konsentrasi dan dosis pengeaplikasian pestisida ditetapkan oleh lembaga penelitian yang berwenang setelah melakukan penelitian yang lama. Ketentuan dosis dan konsentrasi ini harus diikuti oleh para konsumen dengan seksama. Menaikkan konsentrasi dan dosis dapat membahayakan pengguna, lingkungan, musuh alami, dan pemborosan biaya. Beberapa pestisida dapat meracuni tanaman apabila digunakan dengan melebihi dosis dan konsentrasi. Sedangkan mengurangi dosis atau konsentrasi dapat menyebabkan pestisida yang diaplikasikan kurang efektif. Dosis dan konsentrasi biasanya dicantumkan dalam suatu kisaran (range) misalnya dosis antara 1-2 liter/hektar dan konsentrasi 1,5-2 cc/l. Apabila serangan OPT tidak terlalu berat maka disarankan menggunakan takaran rendah dan takaran tinggi hanya digunakan pada serangan OPT berat yaitu telah melebihi ambang ekonomi (Djojosumarto, 2000).
Faktor eksternal atau lingkungan perlu diperhatikan juga selain konsentrasi dan dosis pada pengaplikasian insektisida. Faktor-faktor eksternal yang perlu dipertimbangkan diantaranya adalah gerakan udara, presipitasi, kelembapan udara dan suhu udara. Gerakan udara mencakup gerakan udara ke arah samping (horizontal) yang biasanya disebut angin, dan gerakan ke atas (vertikal) atau termal. Angin yang tertiup pelan sangat dibutuhkan dalam pengaplikasian insektisidauntuk membantu menyebarkan droplet semprotan kebagian-bagian yang sulit dijangkau oleh semprotan langsung. Penyemprotan yang dilakukan pada saat gerakan angin vertikan akan membahayakan kesehatan karena droplet yang sangat halus dapat masuk pada saluran pernafasan (Djojosumarto, 2000).
Presipitasi mengenai hujan juga perlu dipertimbangkan karena penyemprotan yang segera diikuti hujan akan mengakibatkan insektisida tercuci sehingga efikasi berkurang. Kelembapan udara dapat menjadi hambatan pada penyemprotan insektisida. Apabila kelembapan udara kering maka akan menyebabkan droplet dalam bentuk buliran halus yang dikeluarkan oleh nozel akan mudah menguap dan hilang tidak mengenai sasaran. Suhu udara mempngaruhi gerakan udara ke atas dan penguapan. Pada suhu udara tinggi potensi penguapan droplet akan semakin tinggi. Kebanyakan hama tanaman bersembunyi di balik helaian daun pada saat suhu sangat panas (Djojosumarto, 2000).
Hama pasca panen tanaman pangan dapat menyebabkan kerugian besar. Hama pasca panen dapat terbawa pada penyimpanan yang disebut juga dengan hama gudang. Hama gudang merupakan hama yang selalu menyebabkan kerusakan baik secara kuantitatif maupun kualitatif pada bahan simpanan. Kerusakan kuantitatif mengarah pada berkurangnya jumlah, sedangkan kerusakan kualitatif mengarah pada turunnya mutu bahan simpanan yang diserangnya. Hama gudang dapat dijumpai sejak prapanen, dalam proses pengangkutan sampai pada tempat penyimpanan di dalam gudang (Rahman dkk., 2012).
Rahman dkk. (2012) menjelaskan bahwa dari berbagai tempat yang dapat dihuni oleh serangga, gudang tempat penyimpanan merupakan tempat berkembang biak yang sangat ideal bagi hama. Hal ini dikarenakan di dalam gudang tersedia makanan yang melimpah, kondisi lingkungan yang kondusif untuk berkembang biak, serta keadaan musuh alami yang cukup rendah. Oleh sebab itu, induksi beberapa serangga saja dalam gudang penyimpanan dapat berkembang dengan sangat cepat dan menimbulkan kerusakan yang sangat besar dalam waktu yang relatif singkat.
Pengendalian yang dianggap baik dalam mengendalikan hama ini ialah dengan memanfaatkan musuh alami dari hama tersebut. Pengaplikasian musuh alami pada hama pasca panen tanaman pangan aman dilakukan karena tidak menggunakan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Selain pengaplikasian musuh alami dapat pula dilakukan pengendalian secara kultur teknis dan mekanik akan tetapi pengendalian secara mekanik akan sulit dilakukan.



BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sabagai berikut:
1.      Pengaplikasian insektisida sistemik lebih efektif dari pada racun kontak karena racun kontak lebih mudah menguap dan insektisida sistemik memiliki residu lebih lama.
2.      Pengaplikasian insektisida yang dilakukan pada tanaman padi lahan sawah di Kreongan, Patrang, Jember menunjukkan adanya penurunan jumlah hama pada tanaman pada hari kedua dan ketiga setelah penyemprotan. Hal ini disebabkan karena insektisida yang digunakan adalah insektisida sistemik.
3.      Pengaplikasian insektisida perlu menggunakan konsentrasi dan dosis yang tepat, agar tigak terjadi pencemaran lingkungan, keracunan dan agar penggunaan insektisida efektif.
4.      Faktor-faktor eksternal seperti suhu udara, kelembapan udara, gerakan udara dan presipitasi perlu diperhatikan dalam pengaplikasian insektisida.
5.      Pengendalian hama pasca panen atau hama gudang pada tanaman pangan lebih baik dilakukan secara hayati yaitu dengan memanfaatkan musuh alami supaya tidak membahayakan kesehatan konsumen.

5.2 Saran
Akan lebih baik apabila semua praktikan dapat melakukan pengamatan pada saat praktikum berlangsung, baik pada saat pengamatan hama maupun pengaplikasian insektisida dalam menentukan konsentrasi dan dosis serta pencampuran insektisida. Hal ini dapat menambah pengetahuan praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Dwipayanti, N. M. U., M. A. H. Suryadhi, N K. Sutiari, I N. Sujaya, I Agus Gelgel Wirasuta, N T. Suryadhi. 2012. Pembinaan Petani di Desa Songan, Kecamatan Kintamani-Bangli Mengenai Penggunaan Pestisida. Udayana Mengabdi, 11 (1) : 15-17.

Ghiffari, A., Humairo Fatimi, dan Chairil Anwar. 2013. Deteksi Resistensi Insektisida Sintetik Piretroid pada Aedes Aegypti (L.) Strain Palembang Menggunakan Teknik Polymerase Chain Reaction. Aspirator, 5(2) : 37-44.

Hasanah, M., I Made Tangkas, dan Jamaluddin Sakung. 2012. Daya Insektisida Alami Kombinasi Perasan Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst ) dan Ekstrak Tembakau ( Nicotiana tabacum L). Akad Kim, 1(4): 166-173.

Oberemok, V.V., K. V. Laikova, Y. I. Gninenko, A. S. Zaitsev, P. M. Nyadar, and  T. A. Adeyemi. 2015. A Short History of Insecticides. Plant Protection Research, 55(3): 221-226.

Rahman, M. D., M. F. Dien, dan J. E. Mamahit. 2012. Komunitas Serangga Hama pada Komoditi Jagung di Kecamatan Mootilango, Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Eugenia, 18(3): 178-186.

Solihin, A.P., Witjaksono, dan Y.A. Trisyono. 2014. Pengaruh Aplikasi Insektisida Abamektin terhadap Populasi Wereng Batang Padi Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) (Hemiptera :Delphacidae) dan Musuh Alaminya. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik.

Syahputra, E. 2011. Aktivitas dan Keefektifan Insektisida Berbahan Aktif Majemuk Thiodicarb dan Triflumuron terhadap Hama Ulat Kantong Metisa Plana pada Tanaman Kelapa Sawit. Perkebunan dan Lahan Tropika, 1 (2) : 1-8.

Tobih, F.O. 2014. Methods of Insecticide Application to Control Yam Tuber Beetles (Heteroligus spp; coleoptera ; dynastidae) in Yam Monocrop System in Delta State, Negeria. Agric, 5(6) : 259-264.

Wiyardiputra, S. 2012. Keefektifan Insektisida Cyantraniliprole Terhadap Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei) pada Kopi Arabika. Pelita Perkebunan, 28 (2) : 100-110.

Yuantri, MG. C, Budi. W, Henna. R. S. 2013. Tingkat Pengetahuan Petani dalam Menggunakan Pestisida (Studi Kasus di Desa Curut Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan). Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, (-) : 1-2.

Zhang, W., F. Jiang, and J. Ou. 2011. Global Pesticide Consumption and Pollution: with China as a Focus. Ecology and Environmental Sciences, 1(2): 125-144.